-->

Makalah Tentang Kerajaan Mataram Islam


KERAJAAN MATARAM ISLAM
Makalah Tentang Kerajaan Mataram Islam



a.      Letak Kerajaan
Kerajaan Mataram Islam ini tidak ada hubungannya dengan Kerajaan Mataram dari zaman Hindu-Budha. Kebetulan saja nama yang sama dipakai. Mungkin juga pemakaian nama ini ada hubungannya dengan upaya untuk mengagungkan kembali kebesaran masa lalu.
Pada awal perkembangannya, Kerajaan Mataram adalah daerah kadipaten yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Pajang. Letak Kerajaan Mataram ada di daerah Jawa Tengah bagian selatan dengan pusatnya Kota Gede atau Pasar Gede dekat daerah Yogyakarta sekarang. Dari daerah inilah Kerajaan Mataram terus berkembang hingga akhirnya menjadi kerajaan besar dengan wilayah kekuasaannya meliputi daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian daerah Jawa Barat.

b.      Kehidupan Politik
Setelah Kerajaan Demak runtuh, pusat pemerintahan dipindahkan ke Pajang oleh Ki Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya), menantu Sultan Trenggana. Sultan Hadiwijaya selanjutnya mendirikan Kerajaan Pajang namun usianya tidak lama, yaitu antara tahun 1569-1586 M. Setelah Sultan Hadiwijaya meninggal, kota-kota pesisir terus memperkuat diri, sehingga membahayakan kedudukan Kerajaan Pajang. Adapun Pangeran Benowo pengganti Sultan Hadiwijaya tidak dapat mengatasi gerakan-gerakan yang dilakukan oleh para Bupati dari daerah pesisir pantai tersebut. Oleh karena itu Pangeran Benowo menyerahkan kekuasaan kerajaan kepada Sutawijaya. Dengan demikian berdirilah Kerajaan Mataram. Raja-raja yang pernah memerintah kerajaan Mataram adalah sebagai berikut :
1.      Panembahan Senopati
Panembahan Senopati adalah gelar Sutawijaya setelah menjadi raja. Masa pemerintahan Senopati adalah masa perjuangan. Ia bercita-cita menjadikan Mataram sebagai pusat kekuasaan di Jawa. Akibatnya, ia selalu berada di medan perang untuk menundukkan Adipati Demak, Kediri, Madiun, Kedu, Begelen, Surabaya, dan Pasuruan. Daerah-daerah itu pada mulanya tidak berdsedia mengikuti kedaulatan Mataram. Untuk menaklukkan daerah tersebut, ia dibantu oleh pamannya, Ki Juru Martani. Ia menjadi penasihat sekaligus panglima perang. Akhirnya sejumlah daerah berhasil ditaklukkan oleh Mataram.
2.      Panembahan Sedo Krapyak
Setelah Panembahan Senopati wafat, takhta Mataram beralih kepada putranya, Mas Jolang. Ia bergelar Sultan Anyokrowati. Cita-cita menjadikan Mataram sebagai pusat kekuasaan di Jawa tetap dilanjutkan. Namun, perjuangan itu semakin sulit karena banyak terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh para adipati pesisir. Mereka ingin melepaskan diri dari Kerajaan Mataram. Sewaktu pulang dri pertempuran Mas Jolang wafat di desa Krapyak, Jawa Timur. Oleh karena itu, ia dikenal sebagai Panembahan Sedo Krapyak.
Daerah-daerah yang berhasil dikuasai oleh Mataram di bawah pemerintahan Mas Jolang adalah Ponorogo, Kertosono, Kediri, Wirosobo (Mojoagung). Pada tahun 1612 M, Gresik-Jeratan berhasil dihancurkan. Namun karena berjangkitnya penyakit menular, maka pasukan Mataram yang langsung dipimpin oleh Mas Jolang terpaksa kembali ke Pusat Kerajaan Mataram.

3.      Sultan Agung Hanyokrokusumo
Mas Jolang digantikan oleh putranya, Raden Rangsang yang bergelar Sultan Agung Hanyokrokusumo. Cita-cita perjuangan kedua pendahulunya tetap dilanjutkan. Di bawah kepemimpinannya, daerah yang selama ini sukar ditaklukkan, seperti Surabaya dan Blambangan dapat direbut. Selama masa pemerintahannya, kekuasaan Mataram meliputi sebagian Jawa Barat, seluruh Jawa Tengah, dan seluruh Jawa Timur.
Daerah yang sulit ditaklukkan selama pemerintahan Sultan Agung adalah bagian barat Jawa Barat, daerah itu adalah Banten. Namun, ketika sudah muncul kekuatan di Jayakarta (Batavia) yang berada pada jalur antara Mataram-Banten. Kekuatan baru itu adalah VOC, VOC bermaksud menerapkan monopoli perdagangan rempah-rempah di Batavia.
Mataram pernah melakukan dua kali serangan ke Batavia. Serangan pertama dilancarklan tahun 1628 dan serangan kedua dilancarkan tahun 1629. Namun kedua serangan itu mengalami kegagalan. Kegagalan itu bukan karena ketangguhan pasukan VOC, melainkan karena kekurangan persiapan logistik. Banyak prajurit Majapahit tewas karena kelaparan dan menderita sakit.
Kegagalan ini membuat Sultan Agung memperketat penjagaan di daerah-daerah perbatasan  yang dekat dengan Batavia, sehingga Belanda sulit menembus daerah Mataram. Sultan Agung wafat tahun 1645 M dan digantikan oleh putranya yang mendapat gelar Amangkurat I.

4.      Sunan Amangkurat I
Setelah Sultan Agung meninggal, takhta Mataram beralih kepada putranya, Amangkurat I. pada masa pemerintahannya, Amangkurat I mengadakan kerja sama dengan VOC. Persekutuan dengan Belanda itu diperbolehkan mendirikan benteng di Mataram.
Amangkurat I memerintah Matarm dari tahun 1645-1677 M. Ketika ia berkuasa, orang-orang Belanda mulai masuk ke daerah Kerajaan Mataram.
Ternyata setelah diperkenankan mendirikan Benteng, tindakan Belanda semakin sewenang-wenang. Akhirnya muncul pemberontakan, seperti pemberontakan yang dipimpin oleh Pangeran Trunajaya dari Madura. Pangeran Trunajaya berhasil menjalin hubungan dengan bupati di daerah pesisir pantai. Bahkan ibu kota Mataram hampir dikuasai oleh Trunajaya. Namun karena perlenglengkapan persenjataan yang jauh di bawah pasukan Belanda, akhirnya pemberontakan itu berhasil di padamkan. Ketika pertempuran terjadi di pusat ibukota Mataram, Amangkurat I menderita luka-luka dan dilarikan oleh putranya ke Tegalwangi, hingga meninggal dunia.

5.      Sunan Amangkurat II
Amangkurat II memerintah Mataram dari tahun 1677-1703 M. Di bawah pemerintahannya, wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram semakin sempit. Sebagian besar daerah-daerah kekuasaan diambil alih Belanda. Amangkurat II yang tidak tertarik untuk tinggal di ibukota Kerajaan, selanjutnya mendirikan ibukota baru di Desa Wonokerto yang diberi nama Kartasurya. Di ibukota inilah Amangkurat II menjalankan pemerintahannya terhadap siswa-sisa Kerajaan Mataram, hingga akhirnya meninggal tahun 1703 M.
Setelah Amangkurat II, Kerajaan Mataram bertambah suram dan tahun 1755 M melalui Perjanjian Giyanti, Kerajaan Mataram dibagi dua   wilayah :
·         Daerah Kesultanan Yogyakarta, daerah ini lebih dikenal dengan Ngayogyakarta Hadiningrat dengan Mangkubumi sebagai rajanya, bergelar Sultan Hamengkubuwono I (1755 – 1792).
·         Daerah Kesuhunan Surakarta, diperintah oleh Susuhunan Pakubuwono II.
Meskipun demikian, ternyata Belanda merasa belum puas untuk memecah belah wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram. Sewaktu terjadi perlawanan dari Mas Said, Belanda mengadakan Perjanjian Salatiga. Perjanjian ini merupakan upaya Belanda untuk memperkecil wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram.
Perjanjian Salatiga berlangsung pada tahun 1757 M. Mas Said dinobatkan sebagai raja dengan gelar Pangeran Adipati Arya Mangkunegara dengan wilayahnya diberi nama daerah Mangkunegara. Namun, pada tahun 1813 M sebagian daerah dari kesultanan Yogyakarta diberikan kepada Paku Alam selaku Adipati, sehingga Kerajaan Mataram yang kuat dan kokoh pada masa pemerintahan Sultan Agung akhirnya dibagi menjadi kerajaan kecil seperti :
·         Kerajaan Yogyakarta
·         Kesuhunan Surakarta
·         Kerajaan Pakualam
·         Kerajaan Mangkunegara
Dengan demikian berakhirlah Kerajaan Mataram yang besar dan megah sampai menjadi kerajaan-kerajaan kecil yang lemah dan tidak berdaya.

c.       Kehidupan Sosial
Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Mataram bersifat agraris. Hal itu dibuktikan dengan usaha untuk memperluas daerah persawahan dan pemindahan petani ke daerah Kurawang yang subur pada masa pemerintahan Sultan Agung, yaitu antara tahun 1613-1645.
Atas dasar kehidupan agraris, disusun suatu masyarakat yang bersifat feodal. Para pejabat memperoleh imbalan berupa tanah garapan atau pajak tanah. Kehidupan itu menjadi cikal bakal munculnya tuan tanah di Jawa, misalnya seorang kepala desa atau lurah menganggap daerah kekuasaannya itu sebagai miliknya.

d.      Kehidupan Ekonomi
Kerajaan Mataram terletak di daerah pedalaman sehingga bukan merupakan jalur perdagangan. Dengan demikian, kehidupan ekonomi Kerajaan Mataram bertumpu pada sektor agraris. Masyarakatnya sebagian besar petani. Kegiatan perdagangan di Kerajaan Mataram kurang memperoleh perhatian dari para penguasanya. Akibatnya, kegiatan perdagangan menjadi kurang berkembang. Hal itu semakin diperparah dengan jatuhnya kota-kota pelabuhan di pesisir utara Pulau Jawa ke tangan VOC.

e.       Kehidupan Budaya
Pada masa kekuasaan Mataram, kehidupan kebudayaan berkembang dengan baik. perkembangan kebudayaan itu berupa seni tari, seni pahat, seni suara, dan sastra.
Dalam bidang kebudayaan berkembang akulturasi kebudayaan Indonesia Islam, seperti sistem kalender karya Sultan Agung. Selain itu, Sultan Agung juga menulis sebuah kitab yang berjudul Sastra Gending dan membangun kompleks makam raja-raja Mataram yang terdapat di Imogiri.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Makalah Tentang Kerajaan Mataram Islam"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel