-->

Proses Dan Bentuk Perlawanan Di Berbagai Daerah Di Indonesia Dalam Menentang Dominasi Asing

Proses Dan Bentuk Perlawanan Di Berbagai Daerah Di Indonesia Dalam Menentang Dominasi Asing


1.      Perlawanan Thomas Matulesi (Pattimura) 1817
Pada waktu Inggris berkuasa di Indonesia (1811-1816) penduduk Maluku mengalami kehidupan yang relatif membaik. Maka dengan demikian meskipun Inggris merupakan pemerintahan kolonial tetapi memberikan perhatian untuk meningkatkan taraf hidup rakyat. Keadaan itu berubah setelah Maluku dikembalikan Inggris kepada Belanda dimana tindakan-tindakan Belanda mendorong penduduk untuk melakukan perlawanan.
Sebab-sebab perlawanan Pattimura
1.      Belanda memaksakan kehendaknya dalam perdagangan dengan monopoli.
2.      Adanya pelayanan hongi
3.      Pemecatan terhadap guru-guru pribumi
4.      Penangkapan pemuda-pemuda Maluku dibawa ke Jakarta dan dijadikan militer.
5.      Belanda memerintahkan menebang pohon cengkeh apabila harga turun dan memerintahkan menanam apabila harga naik.
Dari sebab-sebab di atas rakyat semakin benci dan dendam, akhirnya amarah rakyat tak tertahankan lagi, mereka bersatu padu siap bertempur melawan Belanda dibawah pimpinan thomas Matulessi (Pattimura) dari Saparua.
Serangan dimulai tanggal 15 Mei 1817 dengan menyerbu pos Belanda di Porto dan menyerang benteng Duurstede lalu mendudukinya, keadaan Belanda kocar-kacir, maka pada tanggal 25 Juni 1817 bantuan Belanda tiba di Saparua hingga akhirnya para pemimpin tertangkap seperti Anthoni Rhebek, Raja Tiow, Lukas Latumahina dan Pattimura. Kemudian pada tanggal 16 Desember 1817 mereka dijatuhi hukuman mati, maka akhirnya padamlah perlawanan Maluku.

2.      Perlawanan Kaum Padri (1821-1837)
Sebab-sebab perlawanan :
a.       Adanya perbedaan pendapat antara kaum adat dengan kaum ulama.
b.      Berkembangnya Islam tassawuf
c.       Berlakunya hukum adat matrilineal
d.      Perebutan pengaruh dalam masyarakat antara kaum adat dengan kaum ulama.
e.       Adanya campur tangan Belanda dalam setiap permasalahan dalam masyarakat.
Perang Padri terbagi dua periode, yaitu :
a.       Periode tahun 1821-1829 disebut perang saudara.
Dalam periode ini yang berperang adalah golongan adat bersama Belanda melawan kaum Padri.

b.      Periode 1830-1837 disebut perang kolonial
Dalam periode ini akhirnya kaum adat dengan kaum Padri sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh Belanda dan akhirnya mereka bersatu padu yang dipimpin oleh tokoh adat dan kaum padri seperti Haji Makiny, Haji Samamu, Haji Pabang, Tuanku Nan Gebuk, Tuanku Hitam, Tuanku Nan Cerdik dan Datuk Bendahar yang semuanya itu dibawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol.
Karena dalam perang Padri, Belanda sangat kewalahan, maka untuk dapat mematahkan perlawanan rakyat, Belanda menggunakan tenaga sentot alibasyah prawiorojo dari Jawa, akan tetapi sentot justru berhubungan dengan kaum padri dibawah Imam Bonjol, mengetahui hal ini maka Sentot dan pasukannya ditarik kembali.
Dengan dipimpin Jendral Michael tahun 1837 daerah Bonjol dikuasainya dan Tuanku Iman Bonjol juga berhasil ditangkap dan diasingkan ke Cianjur yang kemudian dipindahkan ke Manado hingga sampai wafat.

3.      Perlawanan Pangeran Diponegoro
Perang Diponegoro terjadi tahun 1825-1830, yang disebabkan karena :
a.       Campur tangan Belanda dalam masalah pemerintah Mataram.
b.      Makin berkurangnya wilayah Mataram.
c.       Deandels minta disejajarkan dengan sultan dalam upacara-upacara ritual dalam istana.
d.      Kaum bangsawan dilarang menyewakan tanahnya.
e.       Masuknya kebudayaan barat ke dalam istana.
f.       Semakin banyaknya tanah bangsawan yang diambil oleh Belanda.
g.      Pembuatan jalan oleh pemerintah Hindia Belanda yang melewati tanah makam leluhur pengeran diponegoro di Tegalrejo.
Sebab-sebab tersebut diatas mengakibatkan Diponegoro meninggalkan istana dan kembali ke Tegalrejo dengan memperkuat pasukannya yang dibantu oleh Kyai Mojo, pengeran Mangkubumi dan Sentot Alibasyah untuk melawan Belanda.
Akhirnya dengan tipu muslihat Belanda, Pangeran Diponegoro dapat ditangkap kemudian dibawa ke Batavia, lalu diasingkan ke Manado dan kemudian dipindahkan ke Makasar hingga wafatnya.

4.      Perlawanan Rakyat Aceh
Kedudukan Aceh dalam politik Internasional sesuai Treaty of London (1824) diakui oleh Belanda dan Inggris, dengan ini putra-putra Aceh dapat mengadakan perdagangan secara leluasa dengan bangsa manapun juga. Kebebasan Aceh ini tidak menguntungkan Belanda, maka akhirnya hubungan antara Aceh dengan Belanda semakin meruncing dan timbul peperangan antara keduanya.
Dalam rangka memperkuat kedudukannya Aceh mengadakan hubungan dengan kesultanan Turki, bahkan Aceh mengadakan hubungan dengan konsul Amerika dan Italia. Menanggapi hal itu pada tahun 1872 Inggris dan Belanda mengadakan perjanjian yang dikenal denganm Tratat Sumatra dimana Inggris memberikan kelonggaran kepada Belanda untuk bertindak terhadap Aceh dan sebaliknya Inggris boleh secara leluasa berdagang di Siak.
Maka pada tahun 1873 pasukan Belanda tiba di Aceh tapi dapat dibinasakan, sehingga serangan Belanda gagal, kemudian menyusul tentara Belanda dengan kekuatan 8.000 orang dibawah jendral Van Swieten merebut kota raja dan istana dapat direbut. Namun, semangat rakyat tetap berkobar di bawah Teuku Umar, Panglima Polim, Tengku Cik Ditiro, Cut Nyak Dien dan menyerukan perang sabilillah, mereka sangat tegar menghadapi kekuatan kolonialisme Belanda.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Proses Dan Bentuk Perlawanan Di Berbagai Daerah Di Indonesia Dalam Menentang Dominasi Asing"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel